Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan edaran yang berisi aturan persalinan selama masa pandemi Covid 19. Aturan ini dikeluarkan untuk mencegah ibu bersalin dari penularan Covid 19 . Selain itu, Kemenkes berharap dengan aturan ini dapat mengurangi angka kematian bayi baru lahir dan ibu bersalin.
Surat edaran ini dikeluarkan pada Senin (20/7/2020) di Jakarta dan telah ditanda tangani oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg Widyawati, MKM. Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Abdul Kadir mengungkapkan aturan persalinan selama masa pandemi Covid 19 ini telah tercantum dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/III/2878/2020 tentang Kesiapsiagaan Rumah Sakit Rujukan dalam Penanganan Rujukan Maternal dan Neonatal Dengan Covid 19. Ibu hamil dengan status suspek maupun probable proses persalinannya dilakukan di rumah sakit rujukan Covid 19.
Tujuh hari sebelum proses persalinan, ibu hamildiimbau telah melakukan skrining Covid 19. Dalam masa pandemi Covid 19 ini rumah sakit rujukan Covid 19 agar melaksanakan pelayanan maternal dan neonatal dengan memperhatikan kewaspadaan isolasi bagi seluruh pasien, antara lain : 1. Untuk mengurangi transmisi udara, dapat menggunakan delivery chamber untuk pelayanan persalinan pervaginam.
2. Melakukan Tindakan di ruang operasi dengan tekanan negatif bila ada, atau melakukan modifikasi aliran udara. 3. Memiliki ketersediaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar bagi tenaga kesehatan pemberi pelayanan maternal dan neonatal. Sebelumnya, Kemenkes membuka layanan pengaduan bagi masyarakat yang ingin melaporkan adanya rekayasa pasien Covid 19.
Menurut Kemenkes, masyarakat dapat melaporkan jika ada Rumah Sakit yang terbukti merekayasa kasus Covid 19. Namun laporan yang dibuat harus jelas dengan menyertakan nama pelapor, alamat, nama rumah sakit dan kronologi. Hal ini diungkapkan melalui akun Twitter @KemenkesRI pada Senin (20/7/2020).
Berikut nomor dan kontak Kemenkes yang bisa masyarakat hubungi untuk pengaduan rekayasa pasien Covid 19. Sebelumnya, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mendukung kebijakan pemerintah terkait penetapan tarif tertinggi sebesar Rp150 ribu untuk pelayanan rapid test antibodi. Penetapan tarif tertinggi itu tertuang dalam Surat Edaran Kemenkes bernomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi dikeluarkan pada 6 Juli 2020.
Namun, PERSI juga mengaku kaget dengan aturan tersebut. "Ini memang PR besar kalau menurut kami. Kami terus terang saja kaget juga, tiba tiba ada aturan yang dikeluarkan sementara rumah sakit belum siap." "Tapi apa pun itu kami sangat menyambut baik bahwa memang harus ada patokan," kata Sekjen PERSI dr Lia G. Partakusuma dalam siaran BNPB, Senin (13/7/2020).
Sehingga Lia menyebut hal ini perlu masa transisi agar rumah sakit semua bisa menerapkan kebijakan tersebut. "Kebijakan ini kiranya bisa ada masa transisi, dan masyarakat jangan sampai (berpikir) rumah sakit cari untung atau bisnis," katanya. Lia menjelaskan awal sebelum Kemenkes menetapkan tarif pelayanan tertinggi sebesar Rp150 ribu, banyak sekali variasi tarif terkait pelayanan rapid test.
"Awalnya yang menawarkan pemeriksaan ini terbatas, sementara permintaan begitu banyak." "Itulah yang menyebabkan mungkin harga tak terkontrol, kami juga paham masyarakat menjadi cemas kok harganya ini mahal, apalagi yang mau bepergian," lanjutnya.